Dunia konsumen indonesia kembali dilanda kecemasan, setelah beberapa tahun lalu muncul kasus formalin dalam makanan, bakso tikus, ayam suntik, sapi glonggongan dan lain-lain, kini muncul kembali kasus yang teramat mencengangkan, dari hasil penelitian para peniliti dari IPB ditemukan bahwa 20 % susu formula untuk bayi dan 40 % makanan bayi mengandung bakteri Enterobacter Sakazaki yang disinyalir bisa membahayakan manusia bila dikonsumsi secara berlebih, karena dalam kadar tertentu bakteri ini memang diperlukan dalam ubuh akan tetapi bila jumlahnya berlebih dalam tubuh bisa mengakibatkan enteritis (radang pencernaan), sepsis (infeksi sistemik) dan meningitis (radang selaput otak) pada bayi di bawah satu tahun.
Para ahli hispatologi dari IPB melaukan penelitian ini dalam kurun waktu tahun2003-2006. dari 22 sampel yang diteliti 5 atau 22.7 % diantaranya positif mengandung Enterobacter Sakazaki. Sampel itu sendiri diambil secara acak dari pasaran.
Tanggapan dari berbagai pihak segera bermunculan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pihak yang berkait untuk segera mengumumkan merk-merk susu formula yang tercemar itu, sedangkan BPOM menolak untuk mengumumkan merk-merk yang dimaksud, karena menurut BPOM itu sudah merupakan SOP dari BPOM di seluruh dunia. Sedangkan Ibu menteri kesehatan kita Siti fadilah Supari menyatakan bahwa hasil penelitian IPB itu perlu dipertanyakan keabsahannya, sedangkan dari pihak IPB sendiri belum mau menyebutksn merk-merk apa saja yang terdeteksi mengandung Enterobacter Sakazaki.
Kita sebagai konsumen tidak mendapatkan kepuasan dari jawaban-jawaban dari pihak yang terkait dalam masah ini. yang lebih menambah keruh masalah ini adalah ibu menkes malah lebih sibuk menyalahakan IPB dalam masalah ini. Dalam wawancara oleh TV terbersit perkataan ibu menkes yang seperti meremehkan profesi dokter hewan, yang mengesankan bahwa peneliti IPB dalam hal ini dokter hewan, tidak kompeten untuk melakukan penelitian sehingga hasilnya patut dipertanyakan, ditambah lagi ibu menkes berkata bahwa sampai saat ini belum ada kasus keracunan pada anak yang mengkonsumsi susu formula. Dalam kesempatan lain menkes menuduh penelitian yang dilakukan oleh para penliti ini didanai pihak asing yang berkepentingan.
Respon dari menkes ini sangat disayangkan, karena jawaban-jawaban dari ibu menkes tampak seperti pembelaan diri belaka tanpa bisa menyelesaikan masalah. Ibu menteri malah sibuk bersilat lidah ketimbang membuktikan kebenaran penelitian IPB itu dengan cara meneliti ulang ada tidaknya kandungan Enterobacter Sakazaki dalam susu formula, baik dengan sampel yang sama atau mengambil sampel lain dipasaran. Lalu komentar menkes tentang patut dipertanyakannya penelitian ini dikarenakan belum adanya kasus akibat dari terpapar bakteri Enterobacter Sakazaki menunjukan bahawa sistem penanganan masalah di Indonesia ini masih seperti "sistem pemadam kebakaran", bila ada kejadian baru kelabakan bertindak.
Menurut hemat saya, untuk kemaslahatan semua pihak terutama konsumen seharusnya semua pihak tidak boleh saling menyalahkan. Desakan YLKI kepada BPOM untuk mengumumkan produk-produk yang disinyalir terpapar Enterobacter Sakazaki harus ditindak lanjuti agar masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen bisa lebih selektif dalam memilih produk. Sedangkan Menkes tak usahlah anda sibuk membela diri, meyalahkan orang lain, merendahkan orang lain, menuduh orang lain telah melakukan kesalahan, tapi ambillah langkah yang real seperti melakukan penelitian ulang terhadap susu formula yang beredar di pasaran, lalu bila memang disinyalir adanya dana asing yang bermain dalam hasil penelitian ini karena sampek susu formula yang diambil adalah merk dalm negeri semua, maka Menkes melalui Depkes-nya meneliti susu formula merk luar negeri supaya bisa didapatkan hasil yang berimbang, bukan hanya berkoar-koar menyalahkan pihak lain.
Terlepas dari semua itu, sebaiknya para ibu yang notabene pembeli susu formula sebaiknya harus lebih berhati-hati dalam memilih produk. Di Indonesia telah dikenal program ASI EKSKLUSIF dimana bayi yang baru lahir hanya diberikan ASI selama 6 bulan tanpa diberikan makanan-makanan tambahan, karena menurut penelitian juga bahwa yang paling rawan merasakan akibat dari Enterobacter Sakazaki ini adalah bayi berusia dibawah 4 minggu atau bayi dengan berat badan kurang, lalu stelah 6 bulan baru bayi bisa diberikan makanan tambahan dengan tetap memberikan ASI hingga maksimal anak berusia 2 tahun, sehingga secara teori kita tidak membutuhkan susu formula untuk bayi karena ibu-ibu kita mampu mengeluarkan susu yang lebih powerful khasiatnya dan lebih ekonomis karena gratis, yaitu ASI.
Para ahli hispatologi dari IPB melaukan penelitian ini dalam kurun waktu tahun2003-2006. dari 22 sampel yang diteliti 5 atau 22.7 % diantaranya positif mengandung Enterobacter Sakazaki. Sampel itu sendiri diambil secara acak dari pasaran.
Tanggapan dari berbagai pihak segera bermunculan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pihak yang berkait untuk segera mengumumkan merk-merk susu formula yang tercemar itu, sedangkan BPOM menolak untuk mengumumkan merk-merk yang dimaksud, karena menurut BPOM itu sudah merupakan SOP dari BPOM di seluruh dunia. Sedangkan Ibu menteri kesehatan kita Siti fadilah Supari menyatakan bahwa hasil penelitian IPB itu perlu dipertanyakan keabsahannya, sedangkan dari pihak IPB sendiri belum mau menyebutksn merk-merk apa saja yang terdeteksi mengandung Enterobacter Sakazaki.
Kita sebagai konsumen tidak mendapatkan kepuasan dari jawaban-jawaban dari pihak yang terkait dalam masah ini. yang lebih menambah keruh masalah ini adalah ibu menkes malah lebih sibuk menyalahakan IPB dalam masalah ini. Dalam wawancara oleh TV terbersit perkataan ibu menkes yang seperti meremehkan profesi dokter hewan, yang mengesankan bahwa peneliti IPB dalam hal ini dokter hewan, tidak kompeten untuk melakukan penelitian sehingga hasilnya patut dipertanyakan, ditambah lagi ibu menkes berkata bahwa sampai saat ini belum ada kasus keracunan pada anak yang mengkonsumsi susu formula. Dalam kesempatan lain menkes menuduh penelitian yang dilakukan oleh para penliti ini didanai pihak asing yang berkepentingan.
Respon dari menkes ini sangat disayangkan, karena jawaban-jawaban dari ibu menkes tampak seperti pembelaan diri belaka tanpa bisa menyelesaikan masalah. Ibu menteri malah sibuk bersilat lidah ketimbang membuktikan kebenaran penelitian IPB itu dengan cara meneliti ulang ada tidaknya kandungan Enterobacter Sakazaki dalam susu formula, baik dengan sampel yang sama atau mengambil sampel lain dipasaran. Lalu komentar menkes tentang patut dipertanyakannya penelitian ini dikarenakan belum adanya kasus akibat dari terpapar bakteri Enterobacter Sakazaki menunjukan bahawa sistem penanganan masalah di Indonesia ini masih seperti "sistem pemadam kebakaran", bila ada kejadian baru kelabakan bertindak.
Menurut hemat saya, untuk kemaslahatan semua pihak terutama konsumen seharusnya semua pihak tidak boleh saling menyalahkan. Desakan YLKI kepada BPOM untuk mengumumkan produk-produk yang disinyalir terpapar Enterobacter Sakazaki harus ditindak lanjuti agar masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen bisa lebih selektif dalam memilih produk. Sedangkan Menkes tak usahlah anda sibuk membela diri, meyalahkan orang lain, merendahkan orang lain, menuduh orang lain telah melakukan kesalahan, tapi ambillah langkah yang real seperti melakukan penelitian ulang terhadap susu formula yang beredar di pasaran, lalu bila memang disinyalir adanya dana asing yang bermain dalam hasil penelitian ini karena sampek susu formula yang diambil adalah merk dalm negeri semua, maka Menkes melalui Depkes-nya meneliti susu formula merk luar negeri supaya bisa didapatkan hasil yang berimbang, bukan hanya berkoar-koar menyalahkan pihak lain.
Terlepas dari semua itu, sebaiknya para ibu yang notabene pembeli susu formula sebaiknya harus lebih berhati-hati dalam memilih produk. Di Indonesia telah dikenal program ASI EKSKLUSIF dimana bayi yang baru lahir hanya diberikan ASI selama 6 bulan tanpa diberikan makanan-makanan tambahan, karena menurut penelitian juga bahwa yang paling rawan merasakan akibat dari Enterobacter Sakazaki ini adalah bayi berusia dibawah 4 minggu atau bayi dengan berat badan kurang, lalu stelah 6 bulan baru bayi bisa diberikan makanan tambahan dengan tetap memberikan ASI hingga maksimal anak berusia 2 tahun, sehingga secara teori kita tidak membutuhkan susu formula untuk bayi karena ibu-ibu kita mampu mengeluarkan susu yang lebih powerful khasiatnya dan lebih ekonomis karena gratis, yaitu ASI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar